Selain itu, paket kebijakan ini juga cenderung terjebak pada agenda-agenda jangka panjang yang membutuhkan waktu lama untuk melihat hasilnya, seperti perbaikan administrasi pajak, efisiensi pengeluaran negara, peningkatan kemampuan dan kinerja aparat penegak hukum, dan perbaikan sistem administrasi kepabeanan.
Lebih jauh lagi, program-program yang diajukan dalam paket ini banyak yang bersentuhan langsung dengan vested interest dari berbagai kelompok kepentingan (seperti reformasi hukum dan pemberantasan korupsi), dan karenanya membutuhkan kemauan dan keberanian politik yang tinggi untuk melakukannya; sesuatu yang tidak dimiliki oleh pemerintahan ini. Pemerintahan Megawati selama ini jauh dari gambaran pemerintahan yang berani dan mampu bertindak cepat. Maka dimasukkannya agenda-agenda seperti ini nampak sekali hanya sekedar menjadi pemanis dokumen dan bukan berangkat dari kesadaran tentang pentingnya pemerintahan yang bersih dan kredibel. Hal ini justru akan menurunkan kredibilitas paket kebijakan ini secara keseluruhan sehingga menjadi kontraproduktif bagi usaha meningkatkan kepercayaan pasar.
Bukan kebijakan jangka panjang, tidak terkait dengan kebutuhan rakyat banyak, dan penuh bualan seperti ini yang kita butuhkan sekarang. Yang perlu didorong sekarang ini adalah kebijakan yang secara langsung dan cepat akan menaikkan pendapatan sebagian besar rakyat miskin kita. Inilah prioritas nasional yang semestinya mendapat perhatian tertinggi dalam paket kebijakan ekonomi ini!
Semestinya paket kebijakan ini berfokus pada beberapa variabel ekonomi kunci –yaitu pengentasan kemiskinan- yang akan menjadi basis bagi reformasi ekonomi berikutnya. Dari sinilah kemudian program-program reformasi ekonomi semestinya diturunkan, bukan sekedar menyelipkan program pengentasan kemiskinan dalam deretan panjang paket kebijakan ekonomi.
Sudah terlalu lama rakyat negeri ini berkubang dalam kemiskinan. Untuk negara dengan jumlah penduduk miskin mencapai seperlima-nya, prioritas tertinggi semestinya diberikan pada perbaikan tingkat kesejahteraan penduduk miskin ini. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi hanya 3-4 persen per tahun seperti sekarang ini, bisa dipastikan bahwa target rasio angkat kemiskinan 14% pada 2004 yang dipatok Propenas tidak akan tercapai. Pertumbuhan sebesar ini juga tidak akan mampu mengembalikan pendapatan per kapita pada tingkat sebelum krisis.
Tidak sepantasnya pemerintah menganggap remeh masalah kemiskinan ini. Jumlah orang miskin yang mencapai sekitar 40 juta orang, tidak bisa dilihat sebagai angka statistik semata. Kemiskinan adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan. Jutaan rakyat miskin negeri ini semestinya berhak untuk hidup bebas dari rasa lapar dan takut, bebas dari pelacuran dan perbudakan sesama manusia, bebas dari kebodohan dan kesakitan, dan bebas dari berbagai tragedi kemanusiaan lainnya.
Alih-alih memastikan keberhasilan reformasi awal yang memberi manfaat secara luas kepada masyarakat dan akan menjadi basis bagi proses reformasi selanjutnya, kebanyakan proses reformasi ekonomi justru meminta masyarakat luas bersedia menanggung “beban” yang berat dan berkepanjangan. Stabilisasi makro dan penyehatan perbankan yang menyedot sebagian besar sumber daya nasional misalnya, selama ini selalu mendapat prioritas tertinggi walaupun hingga kini belum memberikan hasil yang sepadan bagi kesejahteraan rakyat banyak. Dengan beban reformasi ekonomi yang terdistribusi secara sangat tidak merata dan tidak adil maka sulit bagi rakyat banyak yang kalah dalam proses reformasi untuk menjadi pendukung reformasi.
(bersambung)
Oleh: Yusuf Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar