Tidak ada yang salah dengan hal ini. Tetapi persoalannya adalah seberapa efektif dan seberapa cepat hal tersebut dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan? Persoalan investasi dan ekspor bukanlah agenda jangka pendek. Padahal kita semua sadar bahwa tahun depan akan penuh dengan ketidakpastian, terutama terkait dengan pelaksanaan pemilu. Pada saat yang sama tantangan eksternal yang dihadapi tidak berkurang dengan iklim persaingan global yang semakin berat. Dan yang lebih krusial lagi adalah kemampuan pemerintah untuk menyelesaikan agenda kebijakan yang komprehensif itu.
Selain sensitif dengan gejolak politik dan keamanan domestik, bertumpu ke luar negeri juga tidak selalu memberi hasil yang memuaskan. FDI di Indonesia tidak memberi kontribusi yang siginifikan dalam perekonomian yang tercermin pada pangsanya yang kecil dalam pembentukan modal, penyerapan tenaga kerja yang sangat rendah, ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor, tidak menyebabkan terjadinya transfer teknologi, serta kontribusi pada penerimaan pajak yang rendah. Lebih jauh lagi, FDI memberi tekanan bagi neraca pembayaran karena terus meningkatnya arus modal keluar sebagai akibat dari meningkatnya devisa keluar yang berhubungan dengan aktivitas FDI seperti pembayaran atas ‘business services’ (termasuk royalti dan lisensi serta ‘management fee’), pembayaran bunga dari pinjaman investasi masa lalu, pembagian keuntungan, dll (UNIDO, 2000).
Maka boleh jadi usaha besar dan kerja keras pemerintah selama ini untuk meraih kepercayaan pasar dan mengundang investor asing adalah sangat manipulatif. Pekerjaan yang sangat menguras energi dan biaya, tetapi hanya memberikan fatamorgana.
Lalu, apa strategi pemulihan ekonomi Indonesia ke depan? Beberapa alternatif pemikiran yang muncul bermuara pada satu strategi besar; beralih dari foreign-driven growth ke domestic-driven growth. Satu pemikiran terpenting disini adalah bagaimana mengeksploitasi potensi pasar domestik yang besar. Produksi potensial suatu perekonomian akan tergantung pada besarnya pasar karena besarnya pasar merupakan indikasi seberapa jauh pengaruh permintaan domestik terhadap struktur produksi nasional suatu negara. Besarnya potensi pasar itu sendiri ditentukan oleh tingkat pendapatan per kapita, jumlah penduduk, dan faktor sosio-kultural seperti agama, budaya, adat, selera, dll. Dengan demikian jelaslah bahwa jumlah penduduk ikut mempengaruhi struktur produksi domestik suatu negara.
Sejak lama, terdapat banyak literatur yang menunjukkan pentingnya pasar domestik sebagai tempat penyerapan produk industri domestik. Bukti terbaik adalah studi Chenery et. al. (1975, 1986, 1989) yang menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan output yang terpenting adalah pertumbuhan dalam permintaan domestik. Di negara-negara dengan populasi lebih dari 20 juta, pertumbuhan permintaan domestik menyumbang 72-74 persen dari kenaikan dalam output industri domestik. Bahkan di negara dengan pasar domestik yang kecil seperti Korea, ekspansi permintaan domestik menyumbang 53 persen dari ekspansi dalam output industri domestik.
Pengalaman ini kembali dibuktikan Korea Selatan pasca 1997. Setelah krisis 1997, Korea Selatan merubah arah perekonomian secara drastis dengan mendayagunakan seluruh sumber daya domestik untuk keluar dari krisis. Dengan kombinasi permintaan domestik, industri kecil dan menengah serta para pekerja yang berketrampilan tinggi, Korea sukses mendorong perekonomian menuju kemakmuran hanya dalam empat tahun sejak krisis 1997. Malaysia pasca krisis juga menerapkan strategi pendayagunaan sumber daya domestik ini untuk bangkit dari krisis.
(bersambung)
Oleh: Yusuf Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar