Hal ini memberi kita pelajaran bahwa tidak patut bagi sebuah negara besar seperti Indonesia untuk terlalu bergantung pada asing namun di sisi lain mengabaikan potensi domestik yang dimilikinya. Di titik inilah bertemu pragmatisme ekonomi jangka pendek dan visi pembangunan jangka penjang. Pengembangan industri domestik akan menjadi lebih kokoh jika telah establish terlebih dahulu di pasar domestik sebelum merambah ke pasar internasional.
Lemahnya keterkaitan industri domestik dan pasar domestik terlihat pada saat ini ketika pertumbuhan konsumsi yang positif tidak diikuti peningkatan produksi dalam negeri. Ekspansi permintaan domestik lebih banyak dipenuhi oleh impor. Di satu sisi hal ini terjadi memang dikarenakan murahnya barang impor dan pada saat yang sama produksi barang di dalam negeri terhambat oleh tingginya biaya produksi dan rendahnya produktivitas. Rendahnya perhatian terhadap pasar domestik harus dibayar mahal kini; kapasitas produksi yang rendah di tengah ekspansi konsumsi domestik. Ironi yang sangat menyakitkan. Rendahnya penggunaan kapasitas produksi dalam jangka panjang akan melemahkan kemampuan produksi nasional dan semakin menurunkan daya saing produk domestik. Kondisi ini juga akan melemahkan investasi dan mengurangi akumulasi modal dan pengetahuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Pemikiran lain yang juga sering mengemuka pasca krisis adalah revitalisasi sektor pertanian dan UKM. Potensi sektor pertanian dan UKM adalah besar yaitu memiliki kontribusi yang besar pada pendapatan nasional, penyerapan tenaga kerja yang tinggi, dan kinerja yang baik yang tercermin dari rendahnya kredit macet sektor-sektor ini.
Termasuk ke dalam sektor UKM ini adalah sektor informal perkotaan yang terbukti menyimpan potensi besar dan menjadi katup penyelamat di kala krisis. Dari survei yang dilakukan BPS DKI Jakarta awal tahun ini, terungkap bahwa sektor informal Jakarta mempekerjakan sekitar 141.073 orang pedagang kaki-lima yang beroperasi di pinggir-pinggir jalan ibukota dengan total omzet dari Rp 14,1 miliar sampai Rp 42,3 miliar per hari.
Pengembangan sektor pertanian dan UKM ini akan sangat besar manfaatnya bagi perekonomian Indonesia dan diyakini akan terus meningkat urgensinya di masa mendatang karena; (i) Sektor pertanian dan UKM menciptakan pendapatan untuk sebagian besar pekerja berpendapatan rendah. Implikasinya, peningkatan peran UKM tidak saja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi juga akan mengurangi kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan; (ii) Produksi sektor pertanian dan UKM berperan besar dalam penyediaan barang dan jasa dengan harga murah untuk konsumsi domestik. Implikasinya, peningkatan peranan pertanian dan UKM akan memperbaiki neraca pembayaran dan meningkatkan daya saing nasional; (iii) Sektor pertanian dan UKM memiliki fleksibilitas dan daya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan usaha besar sehingga daya tahan usaha mereka lebih tinggi terhadap guncangan-guncangan eksternal.
Marjinalisasi secara struktural terhadap sektor ini –seperti yang baru saja dipertontonkan pemda DKI Jakarta dengan penggusuran-penggusurannya- jelas memperlihatkan rendahnya pemahaman dan kesadaran tentang potensi si kecil dalam perekonomian. Mengikuti Hernando de Soto, saat ini kita membutuhkan pemerintahan yang mampu mengintegrasikan si miskin dalam perekonomian, memberikan legalitas terhadap aset-aset mereka yang akan membuat mereka mampu memanfaatkan sistem formal. Bahkan mungkin kita membutuhkan hal tersebut dalam cara yang radikal, sebelum api kemiskinan meledakkan negeri.
Oleh: Yusuf Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar