Heboh maraknya peredaran buku-buku Anand Krishna beberapa waktu lalu, juga sebenarnya bisa ditelusuri sebagai upaya untuk mendidik pasar -yang mayoritas muslim ini- agar bisa menerima persepsi bahwa semua agama adalah sama, sehingga pencampur adukan ajaran berbagai agama adalah sah-sah saja. Maraknya peredaran buku-buku berbau marxis juga bisa ditengarai sebagai usaha mendidik pasar, mengingat sebenarnya buku-buku seperti ini terbatas sekali permintaannya, sehingga semestinya peredarannya-pun terbatas pula.
Dengan menggunakan perspektif yang sama, alih-alih mengeluh, sebenarnya para wirausahawan muslim juga bisa melakukan strategi yang sama untuk merebut pasar. Sebagai negeri muslim terbesar di dunia dengan 210 juta penduduk, Indonesia adalah pasar yang sangat menjanjikan untuk produk-produk yang sesuai syariat ataupun produk yang mendukung kehidupan beragama seseorang. Apalagi saat sekarang ini dimana kesadaran ber-Islam mulai marak, jelas ini adalah waktu yang tepat untuk masuk dan mulai mendidik pasar agar beralih ke produk-produk sesuai syariat.
Beberapa pengusaha muslim dengan cerdas telah menangkap peluang ini dan mulai mendidik pasar. Shafira di bisnis busana muslim, Wardah di bisnis kosmetik, Sabili di bisnis media cetak, adalah segelintir contoh mereka yang telah membidik dan mulai mendidik pasar muslim bahwa mereka "butuh" akan produk-produk sesuai syariat. Walau dengan anggaran iklan yang minim dan media komunikasi yang terbatas, ternyata tanggapan pasar cukup bagus. Produk-produk diatas cukup mampu bersaing dengan produk-produk lama. Ini adalah bukti bahwa sebenarnya mendidik pasar Indonesia agar merasa "butuh" dengan produk-produk sesuai syariah tidaklah sesulit seperti yang dibayangkan sebelumnya.
Apabila seorang produsen mampu mendidik pasar secara sukses di satu kategori bisnis saja, ini telah akan menjadi pasar yang sangat besar. Ambil contoh, bila misalnya pasar telah berhasil "dididik" agar mereka hanya mau mengkonsumsi makanan yang halal saja, saya tak bisa membayangkan betapa banyak dan besar peluang yang bisa diambil oleh para pengusaha muslim dari bisnis makanan halal ini saja.
Namun harus diakui, mendidik pasar juga tidaklah mudah. Walaupun telah mendapat bantuan yang sangat besar dari para dai dan juru dakwah dalam membangkitkan kesadaran ber-Islam konsumen Indonesia (dan untuk ini pengusaha muslim harusnya berterima kasih dengan wujud kongkrit mendukung semua usaha para dai dalam menegakkan dakwah), namun para pengusaha muslim tetap harus berusaha dan berjuang keras agar produknya laku di pasaran. Kenapa mendidik pasar tidak mudah? Karena mendidik pasar berarti adalah bahwa kita ingin membuat konsumen belajar melakukan pola konsumsi yang benar-benar baru secara keseluruhan dalam rangka menggunakan produk kita itu. Bila kita ingin mendidik pasar agar hanya mengkonsumsi makanan halal, maka kita harus membuat konsumen terlebih dahulu belajar pola makan yang Islami, mulai dari sumber asal bahan makanan, proses pengolahannya, cara memasak, sampai etika penyajian dan menyantap hidangan. Untuk membuat konsumen sampai pada pemahaman dan penghayatan seperti ini, tentu tidaklah mudah. Ketidakmauan -atau keacuhan- konsumen untuk mempelajari perilaku baru, akan menghambat penerimaan dan penjualan suatu produk baru.
Maka, usaha pemasaran untuk inovasi-inovasi insidental seperti ini, yang dibutuhkan tidak hanya membuat konsumen kenal dengan produk kita (consumer awareness) saja, tetapi juga mendidik konsumen tentang keuntungan dan ketepat-gunaan produk inovatif kita tersebut. Dengan mengetahui manfaat produk, konsumen akan maju selangkah dari hanya mengenal menjadi punya persepsi bahwa produk kita memiliki kualitas yang baik (perceived quality), sampai akhirnya menjadi konsumen yang loyal.
Karena itulah maka, penjualan secara personal (personal selling) dan iklan-iklan yang kreatif sangat dibutuhkan untuk mencapai tingkat pendidikan konsumen yang seperti ini. Sebuah usaha pemasaran yang memang mahal dan butuh waktu yang tidak singkat.
Oleh: Yusuf Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar