Rabu, 31 Maret 2010

HAJI YANG MEMBERDAYAKAN UMMAT - Habis

Haji dan Lembaga Keuangan Syariah

Dalam mengelola dana tabungan haji, THI selain dituntut profesional juga harus sesuai dengan tuntunan syariah. Tidak boleh ada pengelolaan dana haji yang terkait dengan riba, gharar, maysir, dan hal-hal yang bathil.

Maka dalam operasional-nya, THI akan selalu berhubungan dengan lembaga keuangan syariah, baik perbankan syariah, asuransi syariah, maupun lembaga investasi syariah lainnya. Menjadi ironis bila selama ini dana haji dikelola oleh lembaga keuangan konvensional.

Jika hal ini dapat dilaksanakan, maka dampak terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah akan sangat besar. Sebagai misal, hingga November 2004, dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan syariah baru mencapai Rp 10,5 triliun. Bayangkan bila dana Rp 6 triliun dapat sepenuhnya dikelola di dalam bank syariah, tentu akan terjadi penambahan dana yang luar biasa bagi perbankan syariah. Dengan mobilisasi dana lembaga keuangan syariah yang semakin besar, maka dampak terhadap perekonomian akan semakin positif yaitu dinamisasi sektor riil terutama UKM, stabilitas sektor keuangan, dan stabilitas tingkat harga.

Haji dan Bisnis Komersial

Penyelenggaraan ibadah haji banyak melibatkan berbagai komponen yang memiliki nilai ekonomi besar sehingga berpotensi menciptakan lahan bisnis yang sangat menggiurkan, mulai dari transportasi dari tanah air ke tanah suci, pemondokan, katering hingga bisnis kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). Untuk aspek-aspek pelaksanaan haji inilah perhatian Depag banyak tercurah. Dengan posisi monopoli yang menempatkannnya sebagai “biro perjalanan haji terbesar di dunia”, Depag telah membuat haji sebagai arena perburuan rente ekonomi tahunan oleh birokrasi dan para kroni-nya.

Aroma bisnis yang kental di tangan satu pihak inilah yang selama ini menjadi arena KKN yang sangat subur. Terlebih dengan akumulasi sisa dana haji yang dilegalkan menjadi Dana Abadi Ummat (DAU) telah membuka praktik politik uang, tidak hanya di lingkungan Depag tetapi juga telah menyebar ke lingkaran kekuasaan lainnya. Hal ini tentu memprihatinkan, bahwa ibadah haji yang suci justru menjadi sumber praktik bisnis dan politik tidak terpuji.

Dengan pendirian THI, maka THI akan menggantikan peran pelaksana ibadah haji yang selama ini dilakukan Depag. Dengan demikian Depag akan bisa lebih berfokus pada fungsi regulasi dan pengawasan yang selama ini terabaikan. Untuk memacu efisiensi, THI tidak boleh menjadi monopoli. THI harus dihadapkan pada persaingan sehat dengan menempatkan biro perjalanan haji swasta sebagai pelaksana haji pendamping. Dengan demikian, jamaah akan mendapat pelayanan prima dengan ongkos yang murah. Pada saat yang sama, peran sektor swasta teroptimalkan sehingga akan menggerakkan sektor riil.

Haji dan Kemiskinan

Dari sisi agama, salah satu permasalahan dalam ibadah haji adalah haji ulang; yaitu mereka yang melaksanakan haji untuk yang kedua kali dan seterusnya. Secara formal, haji ulang adalah sunnah. Namun, dalam perspektif kontemporer, sangat mungkin haji ulang bukan lagi sunnah.

Di Indonesia, kemiskinan adalah luas dan persisten. Kemiskinan adalah sumber dari semua permasalahan sosial-kemasyarakatan seperti kriminalitas, penurunan kualitas hubungan sosial, kenakalan remaja, anak-anak terlantar, hingga penyalahgunaan obat terlarang. Maka di dalam Islam, menyantuni fakir miskin adalah maslahah yang bersifat qath’i karena secara jelas disebut Al Qur’an berulang kali. Dalam perspektif ini, tentu lebih baik untuk mengentaskan kemiskinan yang bersifat wajib daripada mendahulukan haji ulang yang hanya sunnah.

Maka THI dapat mensosialisakan kepada mereka yang hendak haji ulang agar mengurungkan niatnya karena dalam kasus Indonesia dimana kemiskinan dan masalah sosial ummat Islam lainnya yang bersifat wajib masih sangat banyak, maka haji ulang sangat mungkin tidak lagi bernilai sunnah. Pada saat yang sama, mereka dihimbau untuk menyerahkan dana haji ulang ke THI atau LSM untuk program pengentasan kemiskinan.

Jika haji ulang tidak bisa dicegah, setidaknya harus ada dis-insentif. Sebagai misal, bagi mereka yang ingin haji ulang diharuskan membayar setoran tabungan secara penuh di awal namun dengan keberangkatan 4-5 tahun kemudian. Sehingga dana haji ulang ini akan tertahan lama di THI dan akan menjadi dana murah yang dapat dipergunakan untuk investasi jangka panjang, khususnya yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan.


Oleh: Yusuf Wibisono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar