Senin, 29 Maret 2010

PULANG KE DESA - Dua

Hal ini belum lagi ditambah dengan masalah kesemrawutan peraturan. Hal ini umumnya diakibatkan oleh lemahnya pemahaman pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi ini. ketidak jelasan ini diperparah lagi oleh lambatnya pemerintah pusat yang belum merampungkan seluruh peraturan pendukung tentang pelaksanaan otonomi ini. Hingga kini, pusat masih punya tunggakan 14 UU, 9 PP, dan 5 Keppres. Hal ini belum termasuk pekerjaan merevisi UU lain yang terkait dengan pelaksanaan otonomi ini seperti revisi terhadap UU tanah, kepolisian, BUMD, dan aset-aset negara.

Saya termasuk orang yang optimis dengan pelaksanaan otonomi daerah. Namun fakta-fakta di lapangan-lah yang memang pesimis. Buat anda yang sudah terlanjur memulai bisnis di daerah, anggap saja ini sebagai peringatan kecil. Keputusan untuk segera terjun ke daerah tidak sepenuhnya salah sebab kini sebenarnya para investor asing sudah sangat tidak sabar untuk masuk dengan membeli aset-aset BPPN yang sangat murah. Hanya karena situasi politik yang tidak menentu-lah yang membuat mereka hingga kini masih bersikap wait and see. Lalu, bagaimana baiknya?

Bisnis terbaik adalah bisnis yang digerakkan oleh permintaan pasar (demand-driven). Kenapa? Karena ia akan memastikan bahwa bisnis kita punya peluang untuk terus tumbuh dan langgeng (sustainable). Maka pilihan terbaik tetaplah membidik pasar yang besar (padat penduduk dan dengan pendapatan yang tinggi) serta yang memiliki prospek untuk tumbuh berkembang (growt) di masa depan. Maka daerah-daerah urban (perkotaan) tetap akan terus menjadi primadona bisnis. Tetapi yang jadi masalah adalah persaingan di daerah ini sudah begitu tinggi. Lalu? Incarlah daerah-daerah penyangga kota yang sebenarnya lebih prospektif karena kota-kota satelit ini umumnya berfungsi sebagai tempat pemukiman.

Dengan makin meningkatnya jumlah penduduk absolut yang tinggal di daerah perkotaan, saat ini semakin marak kehadiran kota-kota raksasa (mega-city) dengan penduduk lebih dari 8 juta jiwa di Indonesia. Selain Jakarta yang sudah berkembang menjadi JABOTABEK (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi), kini terdapat juga Surabaya yang berkembang menjadi GERBANGKERTOSUSILA (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan), dan Medan berkembang menjadi MEBIDANG (Medan-Binjai-Deli serdang). Belum lagi kota-kota besar lainnya seperti Batam, Bandung Raya, dan Ujung Pandang Raya yang juga semakin tak terbendung perkembangannya.

Peluang di daerah penyangga ini dengan jitu dimanfaatkan oleh Indomaret yang membidik tempat-tempat pemukiman di pinggiran Jakarta dengan membuka gerai sebanyak-banyaknya. Toko mereka yang kini sudah berjumlah 500-an memang tidak sebesar departmen store di pusat-pusat kota, namun ia begitu dekat dan sangat terjangkau dari tempat pemukiman, bahkan hingga yang jauh ke pelosok sekali-pun. Kecil tapi lincah.

Daerah lain yang menarik adalah daerah-daerah yang lengkap infrastrukturnya dan dengan jaminan kepastian hukum. Daerah seperti ini potensial untuk menarik aktivitas perekonomian di daerah-daerah sekitarnya. Ini terjadi tidak lain karena kebanyakan investor sebenarnya lebih mendambakan iklim investasi yang kondusif daripada sekedar SDA yang berlimpah atau buruh murah. Dan untuk alasan inilah, lagi-lagi, Pulau Jawa berpeluang besar untuk tumbuh cepat dari masuknya investor-investor -terutama investor asing- yang umumnya mereka merasa lebih nyaman berinvestasi di sana, walaupun Jawa miskin SDA.


Oleh: Yusuf Wibisono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar