Sewaktu masih bekerja di bilangan Sudirman, setiap pulang biasanya saya selalu naik Patas AC 10 atau AC 70 yang ke arah Kampung Rambutan. Seperti biasanya pula, saya selalu menyiapkan uang kecil disamping ongkos bis. Yah betul, untuk para pengamen yang hampir pasti selalu ada di setiap bis yang saya tumpangi. Pertama kali bertemu pengamen-pengamen ini, sekitar setengah tahun yang lalu, saya cuek saja. Paling sama saja dengan pengamen bis kota umumnya yang menyanyikan lagu sesukanya dengan suara pas-pasan -kadang malah nyakitin kuping- plus gitar butut ditangan, batin saya. Tapi ternyata saya keliru, keliru besar malah.
Saya sempat kaget sekaligus "kagum", karena ternyata para pengamen di Patas AC ini selalu tampil "prima" dan "mengerti dengan selera konsumen". Sangat jauh dari bayangan saya semula. Umumnya mereka terlihat sangat trampil ketika memainkan berbagai alat musik, mulai dari gitar, gendang, harmonika, bahkan biola! Kualitas vokal mereka-pun lumayan, ada di atas rata-rata pengamen umumnya. Dan hebatnya lagi, mereka menyesuaikan lagu yang mereka nyanyikan dengan selera para penumpang bis AC yang mayoritas adalah para pekerja kantoran perusahaan kelas atas yang berlokasi di kawasan Thamrin-Sudirman.
Dalam pengamatan saya, lagu yang mereka nyanyikan umumnya selalu adalah lagu-lagu pop Barat maupun Indonesia, merupakan lagu-lagu lama, dan bertema tentang cinta. Walaupun yakin bahwa mereka juga bisa menyanyikan lagu jenis lainnya, namun tidak pernah sekalipun saya melihat mereka menyanyikan lagu dangdut ataupun lagu-lagu "kacangan" lainnya diatas bis AC tersebut. Selektif sekali. Para "pengamen elite" ini terlihat begitu fasih ketika melantunkan lagu-lagu klasik dari The Beatles, Eric Clapton, Air Supply, sampai lagunya Titik Puspa dan Katon Bagaskara. Dan saya juga selalu melihat, hampir tidak ada penumpang yang tidak memberi uang ketika pengamen-pengamen elite ini selesai melakukan "konser-nya". Bahkan sebagian terlihat begitu royal dengan memberi lembaran seribu-an, pemandangan yang sangat sulit kita temui di bis-bis kota pada umumnya.
Memang tidak semuanya seperti kisah diatas, ada juga pengamen-pengamen "biasa" yang mencoba pasar penumpang bis AC ini. Dengan lagu-lagu seadanya plus vokal yang pas-pasan, mereka bersaing dengan pengamen-pengamen "elite" diatas. Hasilnya? Yah, sama saja dengan ketika mereka ngamen di atas bis biasa lainnya. Walau penumpang bis AC, yang keluar dari kantong penumpang tetap saja hanya sekeping uang recehan, bahkan tidak jarang terjadi pengamen "biasa" ini dicuekin oleh sebagian besar penumpang dan tidak diberi uang sama sekali. Beda 180 derajat dengan perlakuan yang diterima pengamen-pengamen "elite".
Terlepas dari cara dan lagu yang mereka nyanyikan, secara tidak sadar sebenarnya para penyanyi jalanan tersebut telah mempertunjukkan kepada kita sebuah contoh kecil tentang penerapan salah satu strategi pemasaran yang paling mendasar, yaitu segmentasi pasar. Segmentasi adalah proses membagi pasar ke dalam kelompok-kelompok pembeli berdasarkan kebutuhan, karakteristik, ataupun perilakunya. Hasil dari segementasi ini tidak lain adalah kelompok-kelompok konsumen yang relatif homogen.
(bersambung)
Oleh: Yusuf Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar