(Menyambut Pelaksanaan Ibadah Haji 2006)
Salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki dampak ekonomi besar adalah ibadah haji. Dengan 200 ribu jemaah haji, ritual ini di Indonesia mampu memobilisasi dana tak kurang dari Rp 6 triliun per tahun-nya. Namun event ekonomi besar tahunan ini tak mampu memberi dampak yang signifikan pada kehidupan ekonomi ummat. Sekian puluh tahun haji dilakukan, ummat tetap terpuruk dalam kemiskinan.
Kenyataan ironis ini memunculkan wacana yang semakin mengental untuk mereformasi penyelenggaraan ibadah haji. Secara umum, ketidak-mampuan haji menjadi kekuatan ekonomi ummat disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, kesalahan sistem yang menempatkan Depag sebagai pemegang monopoli penyelenggara haji dengan menjalankan tiga peran sekaligus; sebagai regulator, operator, dan evaluator. Hal ini menimbulkan conflict of interest dan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip good governance.
Kedua, dana haji masyarakat dikelola oleh Depag yang berada di ranah publik. Lembaga pemerintah hanya boleh mengelola dana negara untuk tujuan publik. Menjadi kesalahan fatal menempatkan institusi pemerintah mengelola dana masyarakat karena akan terjadi tabrakan tujuan antara pelayanan publik dan mengejar laba.
Ketiga, tidak ada grand strategy dan political will yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan haji sebagai pendorong kebangkitan ekonomi ummat. Haji selama ini hanya dipandang sebagai ritual ibadah belaka yang tidak memiliki dampak ekonomi apapun. Paradigma ini seolah ini dilestarikan sehingga jemaah haji kita rela dengan pelayanan ibadah haji yang sangat buruk walau telah membayar ongkos yang mahal. Haji-pun tak pernah dihubungkan sama sekali dengan aktivitas ekonomi ummat lainnya.
Tulisan berikut ini mencoba melihat potensi ekonomi haji secara keseluruhan dan peluang implementasi-nya di Indonesia.
Haji dan Pembiayaan Pembangunan
Lembaga Tabung Haji Indonesia (THI) menjadi usulan yang paling luas mengemuka untuk mengganti peran Depag. Mencontoh kisah sukses Malaysia dengan Tabung Haji Nasional Malaysia (THNM), THI diharapkan akan menjadi BUMN keuangan non-bank yang mengelola dana haji masyarakat secara profesional. THI ini akan menggantikan peran Depag sebagai operator penyelenggara haji.
THI akan menerima pembayaran dana haji dengan memakai sistem tabungan, sehingga akan membantu setiap umat Islam untuk menunaikan haji secara terencana dan dengan waktu yang lebih cepat. Hal ini tidak hanya membawa implikasi positif secara agama tetapi juga secara ekonomi. Dana tabungan haji yang disetor lebih awal, dapat diinvestasikan terlebih dahulu pada sektor usaha yang aman dan sesuai dengan ketentuan syariah.
Dengan demikian, dana tabungan haji akan menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan pembangunan jangka panjang yang murah. Dana tabungan haji yang dikelola THI akan membebaskan dana-dana jangka pendek yang selama ini dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan jangka panjang. Dana THI juga akan menambah volume kredit tanpa menambah uang beredar sehingga akan memberi stimulus perekonomian dengan tetap menjaga stabilitas tingkat harga.
Dalam kasus Indonesia yang mengalami defisit anggaran, dana THI dapat dipergunakan untuk membeli BUMN yang diprivatisasi pemerintah, khususnya BUMN strategis seperti Indosat dan PT DI. Dengan demikian, kemanfaatan dana THI menjadi berlipat ganda yaitu mengembangkan dana dalam bentuk investasi dan sekaligus mempertahankan aset penting negara.
(bersambung)
Oleh: Yusuf Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar