Dalam teori pemasaran, keberhasilan seorang produsen dalam mengambil (capture) dan menahan (retain) customer-nya, umumnya dikaitkan dengan keberhasilan sang produsen dalam memahami kebutuhan konsumen disertai proses pembelian yang nyaman dan memberi nilai (value) yang lebih dibanding kompetitor. Ketika seorang produsen mampu "memposisikan" dirinya sebagai penyalur (provider) yang superior dalam memberi value kepada target market tertentu, maka ia akan mendapat keuntungan bersaing (competitive advantage) dibanding pesaingnya, yaitu posisi yang kokoh di benak konsumen.
Per definisi, positioning adalah strategi untuk mendapatkan posisi yang produsen inginkan ada di benak konsumen. Sebagai apa kita ingin dipersepsikan oleh konsumen kita? Sebagai produsen yang inovatif? Produsen yang berkualitas? Punya kepedulian sosial? Culas? Maunya untung doang? atau sebagai apa? Setiap produsen atau perusahaan tentu punya jawaban yang berbeda-beda. Tetapi semua jawaban itu pastilah merupakan alasan yang akan membuat konsumen tertarik untuk membeli produk yang dihasilkan produsen. Jadi, positioning bagi produsen sebenarnya tidak lain adalah the reason for being (alasan untuk hidup). Bila positioning kita tidak dipercayai oleh konsumen, otomatis produk kita juga tidak akan laku dijual. Konsumen hanya akan membeli suatu produk bila ia percaya bahwa produk itu bermanfaat untuknya. Dengan kata lain, manfaat yang dijanjikan produsen dipercayai olehnya.
Bila diibaratkan, maka positioning adalah janji, janji produsen kepada konsumen yang harus ditepati. Ini adalah tentang usaha membentuk kepercayaan, keyakinan, dan kompetensi kita di hadapan konsumen. Ini adalah masalah untuk mendapatkan kepercayaan konsumen agar bersedia memilih anda dibanding kompetitor anda. Maka, pimpinlah konsumen anda secara kredibel.
Ketika Indofood mengatakan kepada konsumennya bahwa semua produknya adalah makanan bermutu, maka Indofood mengerahkan semua potensi yang dimilikinya untuk menciptakan produk makanan yang benar-benar bermutu tinggi di atas kualitas kompetitor-nya, mulai dari bahan baku pilihan, resep yang teruji, penguasaan teknologi, kehandalan SDM, sampai ketangguhan infrastruktur. Ketika usaha-usaha ini mampu memenuhi janji-janji dan gembar-gembor Indofood sebagai lambang makanan bermutu maka posisinya yang demikian tertancap kuat di benak konsumen. Dan pembentukan posisi Indofood ini dapat berjalan langgeng karena Indofood memang benar-benar mampu menjaga "janji-nya" untuk selalu men-deliver produk makanan bermutu. Sehingga makin kokohlah merek-nya di benak konsumen.
Tetapi posisi yang kokoh di benak konsumen tidak dapat dibangun di atas janji-janji kosong dan slogan-slogan murahan. Sekali saja janji ini tidak terpenuhi maka akan rontoklah kepercayaan pelanggan yang itu berarti adalah lonceng kematian merek anda. Itulah sebabnya ketika dulu produk andalannya -Indomie- tersangkut isu lemak babi, Indofood mati-matian melakukan berbagai usaha mengembalikan kepercayaan konsumen, mulai dari bombardir iklan sampai mengundang ulama-ulama MUI untuk makan Indomie bersama di televisi.
Sebaliknya, bila dalam berdagang anda lebih banyak "menjual kecap" daripada memberi bukti nyata, maka yakinlah usaha anda tidak akan pernah bisa berkembang. Sebab setiap usaha yang dibangun di atas kebohongan dan penderitaan orang lain, tidak akan pernah bisa langgeng.
Untuk alasan inilah maka produsen harus benar-benar men-deliver kualitas produk sesuai dengan apa yang dijanjikan. Dan inilah pula yang membedakan seorang pedagang dengan politikus. Pedagang tidak boleh sekalipun ingkar terhadap "janjinya". Sekali ia tidak menepati janji, maka hancurlah posisi-nya dibenak konsumen dan mereka akan berpaling ke pedagang lainnya. Dan untuk memperbaiki positioning ini, sangatlah tidak mudah. Butuh waktu panjang dan makan energi yang besar. Itulah sebabnya tabu bagi seorang pedagang untuk bermain-main dengan janji.
Beda halnya dengan politikus. Lihatlah presiden kita. Hari ini ngomong putih, besok berubah jadi hitam. Sarapan pagi ngomong A, pas makan siang bisa berubah jadi X, Y, atau Z. Namun nyaris tidak ada perubahan "posisi" Presiden dalam benak sang konsumen. Pendukung presiden tetap saja menganggap Presiden kredibel dan integritas-nya diakui walau berkali-kali terbukti "ingkar janji". Itulah enaknya jadi politikus yang punya konsumen fanatik.
(bersambung)
Oleh: Yusuf Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar